SCHISTOSOMIASIS Epidemiologi Penyakit Menular

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Menurut who  sehat adalah terbebas dari segalah jenis penyakit baik fisik ,psikis( jiwa) atau emosional ,intelektual dan social. Dari pengertian tesebut, dengan demikian sakit dapat di definisikan sebagai suatu kondisi cacat atau kelainan yang di sebabkan oleh gangguan penyakit, emosional , intelektuak, dan social, dengan kata lain, sakit adalah adanya gangguan jasmani, rohani, atau social sehingga tidak dapat befungsi secara normal, selaras, dan seimbang. Berdasarkan hal itu, maka penyakit dapat di bedakan menjadi penyakit tidak menular dan tidak menular.

Dalam pengertian medis, penyakit menular atau penyakit infeksi adalah penyakit yang di sebabkan oleh agen biologi ( seperti virus, bacteria atau parasit), bukan di sebabkan factor fisik (seperti luka bakar ) atau kimia (seperti keracunan )untuk Negara yang sedang berkembang, penyakit infeksi seperti TBC, tetanus, kusta merupakan penyebab utama kematian penduduk.

1.2  Rumusan Masalah

  1. Defenisi mengenai penyakit schistosomiasis
  2. Apa saja penyebab terjadinya penyakit schistosomiasis
  3. Bagaimana masa inkubasi dan diagnosis penyakit schistosomiasis
  4. Bagaimana cara penularan penyakit schistosomiasis
  5. Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan penyakit schistosomiasis

 

1.3  Tujuan

  1. Untuk mengetahui pengertian tentang penyakit shistosomiasis
  2. Agar kita dapat mengetahui cara penyebaran penyakit schistosomiasis
  3. Untuk mengetahui bagaimana masa inkubasi dan diagnosisi penyakit schistosomiasis
  4. Agar kita dapat mengetahui bagaimana cara penularan penyakit schistosomiasis
  5. Agar kita dapat mengetahui bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan penyakit schistosomiasis

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1  Pengertian

Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus Schistosoma. (Miyazaki, 1991)

Schistosomiasis (bilharziasis) adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing pipih (cacing pita). Ini seringkali menyebabkan ruam, demam, panas-dingin, dan nyeri otot dan kadangkala menyebabkan nyeri perut dan diare atau nyeri berkemih dan pendarahan.

Schistosomiasis mempengaruhi lebih dari 200 juta orang di daerah tropis dan subtropis di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia. Lima jenis schistosoma yang paling menyebabkan kasus pada schistosomiasis pada orang:

  • Schistosoma hematobium menginfeksi saluran kemih (termasuk kantung kemih)
  • Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum, Schistosoma mekongi, dan Schistosoma intercalatum menginfeksi usus dan hati. Schistosoma mansoni menyebar luas di Afrika dan satu-satunya schistosome di daerah barat.

Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh Schistosoma japonicum ditemukan endemik di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi Lindu dan Dataran Tinggi Napu. Secara keseluruhan penduduk yang berisiko tertular schistosomiasis (population of risk) sebanyak 15.000 orang.

Penelitian schistosomiasis di Indonesia telah dimulai pada tahun 1940 yaitu sesudah ditemukannya kasus schistosomiasis di Tomado, Dataran Tinggi Lindu, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada tahun 1935. Pada tahun 1940 Sandground dan Bonne mendapatkan 53% dari 176 penduduk yang diperiksa tinjanya positif ditemukan telur cacing Schistosoma.

2.2  Etiologi

Schistosomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit schistosoma, yaitu sejenis parasit berbentuk cacing yang menghuni pembuluh darah usus atau kandung empedu orang yang dijangkiti.

Schistosomiasis diperoleh dari berenang, menyeberangi, atau mandi di air bersih yang terkontaminasi dengan parasit yang bebas berenang. Schistosomes berkembang biak di dalam keong jenis khusus yang menetap di air, dimana mereka dilepaskan untuk berenang bebas di dalam air. Jika mereka mengenai kulit seseorang, mereka masuk ke dalam dan bergerak melalui aliran darah menuju paru-paru, dimana mereka menjadi dewasa menjadi cacing pita dewasa. Cacing pita dewasa tersebut masuk melalui aliran darah menuju tempat terakhir di dalam pembuluh darah kecil di kandung kemih atau usus, dimana mereka tinggal untuk beberapa tahun. Cacing pita dewasa tersebut meletakkan telur-telur dalam jumlah besar pada dinding kandung kemih atau usus. Telur-telur tersebut menyebabkan jaringan setempat rusak dan meradang, yang menyebabkan borok, pendarahan, dan pembentukan jaringan luka parut. Beberapa telur masuk ke dalam kotoran(tinja)atau kemih. Jika kemih atau kotoran pada orang yang terinfeksi memasuki air bersih, telur-telur tersebut menetas, dan parasit memasuki keong untuk mulai siklusnya kembali.

Schistosoma mansoni dan schistosoma japonicum biasanya menetap di dalam pembuluh darah kecil pada usus. Beberapa telur mengalir dari sana melalui aliran darah menuju ke hati. Akibatnya peradangan hati bisa menyebabkan luka parut dan meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah yang membawa darah antara saluran usus dan hati (pembuluh darah portal). Tekanan darah tinggi di dalam pembuluh darah portal (hipertensi portal) bisa menyebabkan pembesaran pada limpa dan pendarahaan dari pembuluh darah di dalam kerongkongan.

Telur-telur pada schistosoma hematobium biasanya menetap di dalam kantung kemih, kadangkala menyebabkan borok, ada darah dalam urin, dan luka parut. Infeksi schistosoma hematobium kronis meningkatkan resiko kanker kantung kemih.

Semua jenis schistosomiasis bisa mempengaruhi organ-organ lain (seperti paru-paru, tulang belakang, dan otak). Telur-telur yang mencapai paru-paru bisa mengakibatkan peradangan dan peningkatan tekanan darah di dalam arteri pada paru-paru (hipertensi pulmonari).

2.3  Masa Inkubasi dan Diagnosis

  1. a.      Masa Inkubasi

Ketika schistosomes pertama kali memasuki kulit, ruam yang gatal bisa terjadi (gatal perenang). Sekitar 4 sampai 8 minggu kemudian (ketika cacing pita dewasa mulai meletakkan telur), demam, panas-dingin, nyeri otot, lelah, rasa tidak nyaman yang samar (malaise), mual, dan nyeri perut bisa terjadi. Batang getah bening bisa membesar untuk sementara waktu, kemudian kembali normal. kelompok gejala-gejala terakhir ini disebut demam katayama.

 

Gejala-gejala lain bergantung pada organ-organ yang terkena:

  1. Jika pembuluh darah pada usus terinfeksi secara kronis : perut tidak nyaman, nyeri, dan pendarahan (terlihat pada kotoran), yang bisa mengakibatkan anemia.
  2. Jika hati terkena dan tekanan pada pembuluh darah adalah tinggi : pembesaran hati dan limpa atau muntah darah dalam jumlah banyak.
  3. Jika kandung kemih terinfeksi secara kronis : sangat nyeri, sering berkemih, kemih berdarah, dan meningkatnya resiko kanker kandung kemih.
  4. Jika saluran kemih terinfeksi dengan kronis : peradangan dan akhirnya luka parut yang bisa menyumbat saluran kencing.
  5. Jika otak atau tulang belakang terinfeksi secara kronis (jarang terjadi) : Kejang atau kelemahan otot.
  6. b.      Diagnosis

Wisatawan dan imigran dari daerah-daerah dimana schistosomiasis adalah sering terjadi harus ditanyakan apakah mereka telah berenang atau menyeberangi air alam. Dokter bisa memastikan diagnosa dengan meneliti contoh kotoran atau urin untuk telur-telur. Biasanya, beberapa contoh diperlukan, tes darah bisa dilakukan untuk memastikan apakah seseorang telah terinfeksi dengan schistosoma mansoni atau spesies lain, tetapi tes tersebut tidak dapat mengindikasikan seberapa berat infeksi atau seberapa lama orang tersebut telah memilikinya. Untrasonografi bisa digunakan untuk mengukur seberapa berat schistosomiasis pada saluran kemih atau hati.

2.4  Cara Penularan

Schistosomiasis adalah penyakit  menular; penularannya melalui air. Mula-mula schistosomiasis menjangkiti orang melalui kulit dalam bentuk cercaria yang mempunyai ekor berbentuk seperti kulit manusia, parasit tersebut mengalami transformasi yaitu dengan cara membuang ekornya dan berubah menjadi cacing.

Selanjutnya cacing ini menembus jaringan bawah kulit dan memasuki pembuluh darah menyerbu jantung dan paru-paru untuk selanjutnya menuju hati. Di dalam hati orang yang dijangkiti, cacing-cacing tersebut menjadi dewasa dalam bentuk jantan dan betina. Pada tingkat ini, tiap cacing betina memasuki celah tubuh cacing jantan dan tinggal di dalam hati orang yang dijangkiti untuk selamanya. Pada akhirnya pasangan-pasangan cacing Schistosoma bersama-sama pindah ke tempat tujuan terakhir yakni pembuluh darah usus kecil yang merupakan tempat persembunyian bagi pasangan cacing Schistosoma sekaligus tempat bertelur.

2.5  Pencegahan dan Penanggulangan

  1. a.      Pencegahan

Schistosomiasis paling baik dicegah dengan menghindari berenang, mandi, atau menyeberang di air alam di daerah yang diketahui mengandung schistosomes.

  1. b.      Penanggulangan

Pemberantasan schistosomiasis telah dilakukan sejak tahun 1974 dengan berbagai metoda yaitu pengobatan penderita dengan Niridazole dan pemberantasan siput penular (O. hupensis lindoensis) dengan molusisida dan agroengineering.

Pemberantasan yang dilakukan dengan metodatersebut dapat menurunkan prevalensi dengansangat signifikan seperti di Desa Anca dari 74% turun menjadi 25%.

Kegiatan pemberantasan schistosomiasis secara intensif dimulai pada tahun 1982. Pemberantasan pada awalnya dititikberatkan pada kegiatan penanganan terhadap manusianya yaitu pengobatan penduduk secara masal yang ditunjang dengan kegiatan penyuluhan, pengadaan sarana kesehatan lingkungan, pemeriksaan tinja penduduk, pemeriksaan keong penular dan tikus secara berkala dan rutin. Hasil pemberantasan tersebut mampu menurunkan prevalensi schistosomiasis.`

Masalah schistosomiasis cukup komplekskarena untuk melakukan pemberantasan harusmelibatkan banyak faktor, dengan demikian pengobatan massal tanpa diikuti oleh pemberantasan hospes perantara tidak akan mungkin  menghilangkan penyakit tersebut untuk waktu yang lama. Selain itu schistosomiasis di Indonesia merupakan penyakit zoonosis sehingga sumber penular tidak hanya pada penderita manusia saja tetapi semua hewan mamalia yang terinfeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penularan schistosomiasis di Desa Dodolo dan Mekarsari.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1  Hasil

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Dodolo dan Desa Mekarsari Dataran tinggi Napu Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah dilakukan dengan cara:

  1. Survei Tinja

Telah dilakukan pemeriksaan tinja terhadap 261 orang di Desa Dodolo dan 917 orang di Desa Mekarsari. Hasil pemeriksaan tinja tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Tinja di Desa Dodolo dan Mekarsari Dataran Tinggi Napu Kabupaten Poso Sulawesi Tengah Tahun 2008

Desa

Jumlah Penduduk

Pasif

Prevalensi (%)

Diperiksa

S. japonicum

Dodolo

261

18

6,9

Mekarsari

917

56

6,1

 

Jumlah penduduk yang ditemukan positiftelur S. japonicum di Desa Dodolo yaitu 18 orangdengan prevalensi 6,9% sedangkan jumlahpenduduk yang ditemukan positif di DesaMekarsari yaitu 56 orang dengan prevalensi 6,1%.Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan denganprevalensi secara keseluruhan di Dataran TinggiNapu pada tahun 2008 yaitu 2,4%,  tetapi masihlebih rendah dibandingkan di Cina pada tahun2003 yaitu 92,74% dan di Propinsi Jiangxi, Chinapada tahun 2005 yaitu 18,08%.  Fluktuasi inidisebabkan antara lain karena cakupan pemeriksaantinja yang bervariasi. Pada tahun 2004,persentase cakupan survei tinja di Desa Dodoloyaitu 99% dan di Desa Mekarsari yaitu 92%. Padatahun 2005, cakupan survei tinja menurun di duadesa tersebut yaitu 87% di Desa Dodolo dan 80%  di Desa Mekarsari. Pada tahun 2006, cakupansurvei tinja di Desa Dodolo turun menjadi 86%sedangkan di Desa Mekarsari menurun drastis,hanya mencapai 33%, yaitu dari 893 pendudukhanya 297 penduduk yang mengumpulkantinjanya untuk diperiksa. Fluktuasi prevalensischistosomiasis disebabkan karena cakupanpemeriksaan tinja yang bervariasi setiap tahun.

Fluktuasi prevalensi schistosomiasiskemungkinan juga disebabkan karena adanyareinfeksi. Masyarakat yang pernah menderitaschistosomiasis dan telah mendapat pengobatankembali melakukan kegiatan sehari-hari di daerahfokus yaitu di sawah, kebun coklat, kebun sayurataupun melintasi daerah fokus. Fluktuasiprevalensi schistosomiasis terjadi karena adanyareinfeksi schistosomiasis.

Selain itu penyebab tingginya prevalensi khususnya di Desa Mekarsari disebabkan karena banyaknya pendatang ke daerah tersebut membuka persawahan maupun perkebunan di daerah fokus. Pendatang tersebut tidak mempunyai kekebalan sehingga dapat terpapar infeksi di daerah yang baru. Infeksi schistosomiasis di daerah endemis dengan mudah menular pada pendatang karena belum memiliki imunitas terhadap penyakit tersebut.

Prevalensi schistosomiasis yang tinggi di dua desa tersebut, mungkin juga disebabkan karena habitat keong O. hupensis lindoensis terletak di sekitar pemukiman penduduk. Penduduk yang banyak terinfeksi schistosomiasis di Daerah Danau Poyang, China adalah penduduk yang rumahnya lebih dekat ke danau (focus keong) dan lebih sering terpapar air danau.

  1. Survei keong Oncomelania hupensis lindoensis

Keong Oncomelania memegang peranan penting dalam penularan schistosomiasis, oleh karena perkembangan stadium larvanya mulai dari mirasidium sampai bentuk serkaria terjadi dalam keong tersebut.

Pada penelitian ini, selain dilakukan pemeriksaan tinja, juga dilakukan survei keong untuk mengetahui keberadaan keong O. hupensis lindoensis sebagai hospes perantara S. japonicum. Hasil survei keong O. hupensis lindoensis dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Survei Keong O.h. lindoensis di Desa Dodolo dan Mekarsari Dataran Tinggi Napu Kabupaten Poso Sulawesi Tengah Tahun 2008

Desa

Jumlah Sampel

Jumlah Keong

Kepadatan (m2)

Keong Positif

Infection Rate

Dodolo

270

252

65,3

7

2,8

Mekarsari

270

308

79,9

8

2,6

Total

540

560

72,6

15

2,7

 

Survei dilakukan pada masing-masing 9 fokus di Desa Dodolo dan Desa Mekarsari. Jumlah keong yang ditemukan sebanyak 560 yaitu 252 di Dodolo dan 308 di Mekarsari dengan infection rate di Dodolo dan Mekarsari yaitu 2,8% dan 2,6%. Jumlah sampel keong O. hupensis lindoensis di Desa Dodolo dan Mekarsari yaitu 270 dengan kepadatan 65,3 m2 dan 79,9 m2. Angka ini bila dibandingkan pada tahun sebelumnya mengalami peningkatan sebanyak 2,28% di Dodolo dan 2,1% di Mekarsari. Peningkatan ini disebabkan karena selain masih adanya fokus lama yang aktif (keong yang ditemukan positif cercaria) juga karena terdapatnya fokus baru yang terbentuk akibat aktivitas penduduk seperti bekas sawah, parit di pinggir sawah dan daerah becek berair karena aliran air yang tidak lancar dari sumur penduduk. Pada tahun 2008, terdapat 147 fokus lama yang diantaranya 26 fokus masih aktif sedangkan fokus baru yang terbentuk yaitu sebanyak 225 fokus dan yang ditemukan aktif adalah sebanyak 67 fokus.

Daerah fokus keong O. hupensis lindoensis ditemukan di daerah persawahan, kebun coklat, kebun sayur, pinggir hutan dan di sekitar sungaisungai kecil yang ada di dekat pemukiman. Masih terdapatnya daerah fokus di Dodolo dan Mekarsari disebabkan karena pengolahan lahan yang tidak teratur sehingga banyak lahan yang terbengkalai dan juga daerah berair karena adanya rembesan air tanah. Keadaan ini menjadikan keong O. hupensis lindoensis tetap dapat hidup. Keong O.h. lindoensis yang mempunyai sifat amfibious menyukai daerah becek berair yang kaya bahan organik untuk kelangsungan hidupnya.

Mata rantai penularan schistosomiasis yang paling lemah adalah pada keong penularnya sehingga jika dilakukan eliminasi pada keong penularnya, maka penularan akan terhenti. Telah diketahui bahwa keong O. hupensis lindoensis bersifat amfibi, maka apabila habitatnya terendam air terus menerus, maka keong akan mati. Demikian pula bila habitatnya menjadi kering, maka keong juga akan mati. Apabila habitat keong dikeringkan atau diubah menjadi sawah yang tergenang air secara terus menerus, maka keong akan mati.

  1. Survei tikus

Schistosomiasis adalah penyakit parasitik yang bersifat zoonosis, yaitu penyakit yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi hewan mamalia, misalnya kerbau, sapi, kuda, anjing, babi dan tikus.

Pada penelitian ini juga dilakukan survey tikus yang merupakan reservoir S. japonicum hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Tikus di Desa Dodolo dan Mekarsari Dataran Tinggi Napu Kabupaten Poso Sulawesi Tengah Tahun 2008

Desa

Jumlah Tikus

Positif

Prevalensi (%)

Diperiksa

S. japonicum

Dodolo

12

1

8,3

Mekarsari

10

1

10,0

 

Survei tikus dilakukan di sekitar focus keong O. hupensis lindoensis yang ada di Desa Dodolo dan Mekarsari. Jenis tikus yang ditemukan yaitu Rattus exulans dan jumlah tikus yang didapatkan yaitu 12 ekor di Dodolo dan 10 ekor di Mekarsari dengan prevalensi S. japonicum pada tikus masing-masing di Desa Dodolo adalah 8,3% dan di Desa Mekarsari adalah 10%.

Keberadaan tikus sebagai reservoir menyebabkan siklus silvatik tetap terjadi. Jadi meskipun pemberantasan schistosomiasis telah dilakukan secara intensif dengan pengobatan massal, melakukan pemberantasan fokus keong Oncomelania, pembuatan jamban keluarga dan meningkatkan sarana air bersih serta memberikan penyuluhan kepada penduduk mengenai schistosomiasis, tetapi apabila masih ditemukan tikus yang positif S. japonicum, maka penularan akan terus terjadi.

3.2  Pembahasan

  1. a.      Distribusi

Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh Schistosoma japonicum ditemukan endemic di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu diDataran Tinggi Lindu dan Dataran Tinggi Napu.Secara keseluruhan penduduk yang berisikotertular schistosomiasis (population of risk)sebanyak 15.000 orang.

Penelitian schistosomiasis di Indonesiatelah dimulai pada tahun 1940 yaitu sesudah ditemukannya kasus schistosomiasis di Tomado, Dataran Tinggi Lindu, Kecamatan Kulawi,Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah padatahun 1935. Pada tahun 1940 Sandground dan Bonne mendapatkan 53% dari 176 penduduk yang diperiksa tinjanya positif ditemukan telur cacing Schistosoma.

Penyakit schistosomiasis menyerang cina sejak pertengahan 1950.

  1. b.      Frekuensi

Di Dataran Tinggi Napu, prevalensi schistosomiasis pada manusia selama 5 tahun terakhir (2003-2007) yaitu berturut-turut 0,63%, 0,52%, 0,64%, 1,21%, 1,14%. di Dataran TinggiNapu juga pada tahun 2008 yaitu 2,4%,  tetapi masihlebih rendah dibandingkan di Cina pada tahun2003 yaitu 92,74% dan di Propinsi Jiangxi, Chinapada tahun 2005 yaitu 18,08%.  Fluktuasi inidisebabkan antara lain karena cakupan pemeriksaantinja yang bervariasi. Pada tahun 2004,persentase cakupan survei tinja di Desa Dodoloyaitu 99% dan di Desa Mekarsari yaitu 92%. Padatahun 2005, cakupan survei tinja menurun di duadesa tersebut yaitu 87% di Desa Dodolo dan 80%  di Desa Mekarsari. Pada tahun 2006, cakupansurvei tinja di Desa Dodolo turun menjadi 86%sedangkan di Desa Mekarsari menurun drastis,hanya mencapai 33%, yaitu dari 893 pendudukhanya 297 penduduk yang mengumpulkantinjanya untuk diperiksa.Selain ditemukan kasus, juga masih ditemukan adanya hospes perantara yaitu keong O. hupensis lindoensis yang positif cercaria dan tikus yang positif mengandung cacing Schistosoma. Berdasarkan laporan dari Laboratorium Schistosomiasis yang ada di Dataran Tinggi Napu, terdapat fokus keong O. hupensis lindoensis sebanyak 380 fokus, sebanyak 291 fokus (76,58%) adalah positif cercaria dan sisanya (23,42%) negative.  Hasil survei tikus di Dataran Tinggi Napu pada tahun 2005-2006 menunjukkan prevalensi S. japonicum pada tikus yaitu di Sulawesi Tengah,3,8% dan 4%. Prevalensi dari kira-kira 37% turun menjadi kira-kira 1,5% setelah pengobatan.

  1. c.       Faktor Determinan
    1. Host (manusia)

Penyakit schistosomiasis menyerang segala umur dan tidak memandang jenis kelamin.

  1. Agent (penyakit)

Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus Schistosoma.

Schistosomiasis (bilharziasis) adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing pipih (cacing pita). Ini seringkali menyebabkan ruam, demam, panas-dingin, dan nyeri otot dan kadangkala menyebabkan nyeri perut dan diare atau nyeri berkemih dan pendarahan.

  1. Environment (lingkungan)

Schistosomiasis mempengaruhi lebih dari 200 juta orang di daerah tropis dan subtropics. Pada umumnya orang yang dijangkiti schistosomiasis adalah mereka yang mempunyai kebiasaan yang tidak terpisah dari air, baik dalam rangka bekerja sebagai petani di sawah ataupun melakukan kegiatan sehari-hari seperti mencuci pakaian/alat-alat rumah tangga, buang air serta mandi di sungai atau perairan yang terinfeksi parasit schistosoma. Selain itu adalah mereka yang sering menyusuri sungai untuk berburu binatang di hutan-hutan atau mencari ikan sepanjang daerah yang telah terinfeksi parasit schistosoma; atau tempat-tempat perindukan alamiah parasit itu.

Pemberantasan dapat dilakukan dengan molluscicides, berupa bahan kimia yang yang disemprotkan didalam air habitatnya. Sedangkan hospes perantara S. japonicum adalah siput amfibius yang tidak selalu berada didalam air. Pemberantasan dapat dilakukan dengan melakukan berbagai cara, mulai menggunakan moluscicide, penimbunan, pemarasan, pembakaran dan merubah habitat siput menjadi lahan pertanian atau bahkan lapangan golf. Schistosomiasis di Indonesia merupakan penyakit zoonosis sehingga sumber penular tidak hanya pada penderita manusia saja tetapi semua hewan mamalia yang terinfeksi.

BAB IV

PENUTUP

4.1  Kesimpulan

Penduduk Napu dan Lindu sebagian besar masih bekerja di sector pertanian sebagai petani. Hal ini akan tetap menjadi masalah dalam upaya pemberantasan schistosomiasis, karena pada umumnya penduduk sewaktu mengolah sawah tidak mengenakan sepatu dan sarung tangan untuk mencegah terinfeksi cacing schistosoma, padahal air yang digunakan untuk mengairi sawah bersumber dari daerah-daerah focus keong penular schistosomiasis.

4.2  Saran

  1. Agar masyarakat menggunakan sepatu dan sarung tangan apabila masyarakat sedang mengolah sawah
  2. Agar masyarakat bisa merubah sikap dan perilaku seperti tidak buang air lagi di sungai dan disawah

 


DAFTAR PUSTAKA

Miyazaki, I. An Illustrated Book of Helminthic Zoonosis. International Medical Foundation of Japan, Tokyo. 1991.

Sudomo, M. Penyakit Parasitik Yang Kurang Diperhatikan. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Entomologi dan Moluska. Badan Litbang Kesehatan. Jakarta. 2008.

Subdin Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Situasi Schistosomiasis Di Sulawesi Tengah Tahun 1984 – 2007. Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah. 2008.

Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah. Data Surveilans Schsitosomiasis Tahun 2006. Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah. 2006.

Jastal, T.A. Garjito, S. Chadijah, Hayani, Mujiyanto. Laporan Survei di Dataran Tinggi Napu. Loka Litbang P2B2 Donggala. Sulawesi Tengah. 2008.

Zhou X.N., Wang T.P., Wang L.Y., Guo J.G., et. al. 2004. The Current Status of Schistosomiasis Epidemic In China. http://www.pubmed.gov. 2004. Diakses tanggal 4 Maret 2009.

Fei Hu., Dan-dan Lin, Yin Liu, Yue-ming Liu, et. al. Studies On Relationship Between Spatial Distribution of People’s Behavior and Infection of Schistoma japonicum In Poyang Lake Region. Proceedings of The 1th International Symposium On Geospatial Health, September 8-10, 2007,Yunnan China. 2007.

Sudomo, M. & Pretty, M.D.S. Pemberantasan Schistosomiasis Di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol. 35 No. 1 pp. 36-45. 2007.

Wang R.B., Wang T.P., Wang L.Y., Guo J.G., et. al. Study On The Re-Emerging Situation of Schistoshomiasis Epidemic In Areas Already Under Control and Interuption. http://www.pubmed.gov. 2004. Diakses tanggal 4 Maret 2009.

Watts, S. The Social Determinants of Schistosomiasis. Report of The Scientific Working Group on Schistosomiasis, November 14-16, 2005. Geneva, Switzerland. http://www.who.int. 2005. Diakses tanggal 24 Mei 2008.

Hadidjaja, P. Schistosomiasis di Sulawesi Tengah Indonesia. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 1985.

 

Barodji, M. Sudomo, J. Putrali, M.A. Joesoef. Percobaan Pemberantasan Hospes Perantara Schistosomiasis (Oncomelania hupensis lindoensis) Dengan Bayluscide dan Kombinasi Pengeringan Di Dataran Lindu Sulawesi Tengah 1976. Buletin Penelitian Kesehatan XI (2) pp. 27-30. 1983.

Kasnodiharjo, M. Sudomo, I. Ilyas & Mudjiharto. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penduduk dalam Hubungannya dengan Schistosomiasis Setelah Dilakukan Pemberantasan di Daerah Lindu dan Napu, Sulawesi Tengah. Cermin Dunia Kedokteran 60 pp. 37-39. 1990.

http://www.informasishistosomiasis_medicastore.com

http://www.shistosomiasis_wikipediabahasaindonesia_ensiklopediabebas.htm

 

Tinggalkan komentar